@Lutfi_JakBkz (Author)
Adalah seorang anak labil yang slalu menginginkan menjadi yang lebih baik. gua masih sekolah kelas 9 di SMPN 7 Bekasi. kegiatan sehari-hari gua gak jauh dari laptop kesayangan :D sampe-sampe jarang keluar rumah, dan ga punya temen di rumah -_-. sebagai gantinya gua masih punya blog ini yang slalu menemani hari-hari gua :). mau kenal lebih dekat? add fb gua aja :D khusus cewe yak :p wkwk..

Recent post

friend

Kesakitan membuat Anda berpikir. Pikiran membuat Anda bijaksana.Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup.-_--_--_--_--_--_--_--_--_- Jangan pernah melupakan apa pun yang dikatakan seseorang ketika ia marah, karena akan seperti itu pulalah perlakuannya pada Anda. Orang yang menginginkan impiannya menjadi kenyataan, harus menjaga diri agar tidak tertidur.-_--_--_--_--_--_--_- Bila Anda ingin bahagia, buatlah tujuan yang bisa mengendalikan pikiran, melepaskan tenaga, serta mengilhami harapan Anda,-_--_--_--_--_--_--_-Lebih baik bertempur dan kalah daripada tidak pernah bertempur sama sekali. -_--_--_--_--_--_--_-.Kebijaksanaan tidak pernah berbohong. -_--_--_--_--_- Seorang pendengar yang baik mencoba memahami sepenuhnya apa yang dikatakan orang lain. Pada akhirnya mungkin saja ia sangat tidak setuju, tetapi sebelum ia tidak setuju, ia ingin tahu dulu dengan tepat apa yang tidak disetujuinya.

Archive for November 2015


Bahtsul Masail Diniyyah Qanuniyyah (pembahasan masalah keagamaan khusus berkaitan dengan persoalan hukum dan kebijakan negara), yang merupakan bagian dari Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pengurus Pusat Lembaga Bahtsul Masail (LBM) di Jakarta, 5 - 7 September 2007 lalu membahas beberapa persoalan penting, salah satunya adalah soal kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Berikut pembahasan sekaligus beberapa rekomendasi penting:

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas (kekurangan dana tunai) pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis.

Para peserta bahtsul masail (musyawirin) mengajukan data: Pada Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.Audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun.

Penerima dana BLBI antara lain Bank Pelita, Bank Modern, Bank Umum Nasional, Ulung Bank Lautan Berlian, Bank Indonesia Raya, Bank Tamara, Bank Namura Yasonta, Bank Putera Multikarsa, Bank Metropolitan dan Bank Bahari, Bank Intan, Bank Namura Internusa, Bank Putera Surya Perkasa, Bank Tata, Bank Aken, dan Bank Umum Servitia.

Dana BLBI banyak yang diselewengkan oleh para penerimanya. Proses penyalurannya pun banyak yang melalui penyimpangan-penyimpangan, sehingga dilakukan penuntutan di pengadilan. Beberapa mantan direktur BI telah menjadi terpidana. Beberapa direktur bank yang menerima bantuan juga telah divonis, dan kebanyakan kabur ke luar negeri.

Pada 30 Desember 2003, Presiden Megawati mengeluarkan kebijakan berupa Instruksi Presiden No. 8 tahun 2003 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham.

Pertimbangan dikeluarkannya INPRES 8/2003 itu adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum bagi para debitur penerima BLBI yang telah menandatangani perjanjian antara lain: Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA), Master of Refinancing And Note Issuance Agreement (MRNIA) dan/atau Perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham dan Pengakuan Utang (APU) yang kooperatif dalam melaksanakan perjanjian tersebut, yaitu dengan cara:

a. Memberikan bukti penyelesaian berupa pelepasan dan pembebanan (Release and Discharge disingkat R&D) kepada para debitur yang telah menyelesaikan kewajiban pemegang saham baik MSAA, MRNIA dan APU;

b. Dalam rangka pemberian kepastian hukum itu  menyangkut pembebasan Debitur dari aspek pidana yang terkait langsung dengan program penyelesaian kewajiban pemegang saham, bagi yang masih tahap penyelidikan, penyidikan dan/atau penuntutan oleh instansi penegak hukum, sekaligus dilakukan proses penghentian penanganan aspek pidananya.

Sedangkan bagi debitur yang tidak menandatangani atau tidak melaksanakan perjanjian (MSAA, MRNIA, APU) perlu diberikan tindakan hukum yang tegas dan kongkrit. NPRES 8/2003 ini ditujukan kepada Menko Ekuin selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Menteri Kehakiman dan HAM, Menteri BUMN, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian RI dan Ketua BPPN untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan bagi penyelesian kewajiban pemegang saham dalam rangka penyelesaian seluruh kewajibannya kepada BPPN.

Meskipun beberapa obligor telah menyerahkan asetnya, namun pada kenyataannya nilai aset yang diserahkan jauh dari nilai yang telah mereka nikmati melalui BLBI, sehingga baru-baru ini Jaksa Agung Hendarman Supandji menegaskan, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI menyakitkan hati rakyat Indonesia. Untuk memenuhi janjinya sebagai Jaksa Agung menangani kasus BLBI, Kejaksaan Agung sudah merekrut 35 jaksa sebagai anggota tim khusus yang menangani BLBI.

Jaksa Agung Hendarman Supandji waktu itu juga menyampaikan komitmennya untuk menangani kasus BLBI, jika ada penyimpangan dalam penanganan kasus BLBI. Dia berjanji tidak akan main-main dan akan mmenindak aparatnya, karena disadari kasus ini menyakitkan hati rakyat Indonesia

Apabila dalam kasus BLBI yang diselidiki tim khusus BLBI itu ditemukan perbuatan melawan hukum yang merugikan negara, kasus itu diajukan ke pengadilan. Jika tidak ada penyimpangan, tapi negara dirugikan, akan diserahkan ke Menteri Keuangan untuk digugat perdata. Tim khusus BLBI Kejaksaan Agung telah menyelidiki dugaan penyimpangan dalam penyerahan nilai aset obligor/pemegang saham pengendali (PSP) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Kasus pertama berkaitan dengan pencairan dana BLBI Rp 35 triliun pada Mei-Juni 1998. Dalam rangka master of settlement acquisition agreement (MSAA), September 1998, jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) menjadi Rp 52,7 triliun. Pada Juli 1999, hasil audit Lehman Brothers yang ditunjuk BPPN, aset yang diserahkan obligor senilai Rp 52,6 triliun. Pada bulan Desember 1999, BPPN dan Holdico menunjuk

PricewaterhouseCoopers (PwC) untuk mengaudit. Hasilnya, hanya Rp 23 triliun.
Kasus kedua adalah penyaluran dana BLBI sebesar Rp 37,039 triliun pada 1997. Pada 1998, sejumlah penerima dana BLBI dinyatakan sebagai bank beku operasi dan ditangani BPPN. Kemudian, MSAA disepakati antara PSP dan BPPN dengan nilai JKPS sebesar Rp 28,408 triliun. Pada 1999, disepakati penyelesaian dalam bentuk tunai Rp 1 triliun dan bentuk aset Rp 27,495 triliun. Nilai tersebut diperoleh dari hasil audit Lehman Brothers, PT Danareksa, dan PT Bahana pada Mei 1999. Saat diaudit PwC pada tahun 2000, nilai aset yang diserahkan itu hanya Rp 1,441 triliun. Dari hasil penjualan sebagian aset, diperoleh Rp 1,819 triliun.

Pascapemberian surat keterangan lunas (SKL) tahun 2004, pada 2007 sisa aset dijual, yang menghasilkan Rp 640 miliar. Secara keseluruhan, total pengembalian uang negara Rp 3,459 triliun. Padahal, dana yang disalurkan Rp 37,039 triliun.

Musyawirin berpandangan, langkah hukum yang tepat penuntutan kembali kembali para obligor yang seolah-olah telah melunasi seluruh kewajibannya, namun diketahui ternyata nilai pengembalian itu jauh dari nilai yang pernah mereka ambil dan nikmati melalui BLBI. Hal ini didukung oleh ketentuan hukum ic Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian Negara tidak menghapuskan tuntutan pidana terhadap para pelaku koorupsi.

Oleh karenanya dari perspektif penegakan hukum tindakan penuntutan kembali terhadap para penerima BLBI merupakan langkah hukum yang perlu dukungan semua pihak, terutama organisasi NU.

Penuntutan hukum terhadap para koruptor khususnya para penerima BLBI dengan orientasi pengembalian aset negara juga merupakan tindakan yang tepat apalagi dikaitkan dengan paradigma pemberantasan korupsi di dunia yang melalu konvensi PBB 2003 telah memprioritaskan penindakan dan pencegahan terhadap korupsi juga diarahkan pada pengembalian aset negara sekalipun aset itu berada di negara lain.

Penuntutan koruptor dengan orientasi penyelamatan aset perlu terus dikembangkan dan didukung karenanya pada suatu titik tertentu akan merupakan tindakan yang mengarah pada “recovery” ekonomi Indonesia secara menyeluruh. 

Bahtsul Masail Kasus BLBI NU


Tokoh Revolusioner Abad 20
Jakarta.Nu.Online.Gelar sebagai bapak perfilman nasional bagi Usmar Ismail bukanlah yang di terapkan begitu saja terhadap Ketua Umum Lesbumi ini secara serta merta, melainkan merupakan hasil perjuangan keras yang di tempuh sejak masa kanak-kanak. Anak Minang yang lahir di Bukittinggi 20 Maret 1921 ini di didik keluarganya sangat ketat dalam beragama, namun ia mempunyai hobi yang saat itu di pandang sebagai melanggar ajaran agama yaitu menonton film di gedung bioskop, bahkan si anak hingga pada taraf kecanduan, sehingga palang pintu rumah bahkan cemeti sang ayah tidak mampu menghalangi hasrat sang anak terhadap film.
Bahkan pada bulan Ramadhan ketika yang lain tekun menjalankan salat tarawih di masjid, sebaliknya ia malah khusuk menyimak film di gedung bioskop. Bahkan ketika melanjutkan sekolah di Mulo Padang, kebiasaan tersebut tidak sirna, malah semakin menjadi-jadi. Kalau tidak ada uang juga tidak menjadi masalah sebab ia bisa bersekongkol dengan penjaga pintu bioskop yang kebetulan bekas teman sekolahnya, sehingga bisa menyelundupkan Usmar masuk gedung tatkala semua penonton telah masuk.
Usai menamatkan Mulo di Padang Usmar melanjutkan pendidikan ke AMS (Algemene Middlebare School) di Yogjakarta, semasa di AMS tahun 1940-an itu Usmar mulai aktif belajar teater, hingga suatu ketika ia terpilih sebagai pemeran Mercurios, tokoh terkenal dalam mitologi Yunani. Walaupun baru pemula, tetapi karena punya bakat yang baik, maka ia berhasil membawakan perannya dengan gemilang, sehingga banyak mendapatkan pujian dari para guru dan sejawatnya, yang kebanyakan berkebangsaan Belanda dan orang asing lainnya. Namun demikian lingkungan yang serba Belanda dan Barat itu, Usmar tidak menjadi snob, tetap memiliki keprcayaan diri dan kebangsaan yang kuat, justeru karena bangsa ini lagi menderita, sehingga perlu di perhatikan dan di tolong.
Pada panjajahan Jepang Usmar bekerja di bagian pusat kebudayaan (Kaimin Bunka Sidosha) di Jakarta bersama Armin Pane dan para budayawan lainnya. Dengan para sastrawan itu Usmar bekerja sama untuk mementaskan beberapa drama, selain itu ia juga menulis lirik beberapa lagu yang kemudian di gubah oleh musisi nasional terkenal Cornel Simandjuntak.1 Bahkan bisa dilihat himne FFI adalah ciptaan Usmar Ismail yang lagunya juga di gubah oleh Cornel Simandjuntak.
Keterlibatannya di dunia sandiwara semakin mendalam ketika pada tahun 1944 mendirikan kelompok sandiwara Maya bersama abangnya Abu Hanifah, Rosihan Anwar dan sebagainya. Peristiwa ini di pandang sebagai tonggak baru bagi munculnya teater modern di Indonesia, yaitu berdasarkan naskah sastra drama dan tehnik teater Barat.2 Drama terkenal yang di pentaskan adalah Taufan di Atas Asia karya El-Hakim (Abu Hanifah). Sementara drama terkenal yang di tulis Usmar saat itu adalah, Mutiara dari Nusa Laut (1943), Mekar Melati (1945), Liburan Seniman (1945), kumpulan naskah-naskah tersebut kemudian di terbitkan dengan judul Sedih dan Gembira.
Pengalaman bergumul yang mendalam di dunia sastra, drama dan media massa dan pengalaman di medan perang tampaknya merupakan modal yang penting bagi Usmar untuk terjun ke dunia perfilman.Maka pada tanggal 20 Maret 1950 ia mendirikan perusahaan perfilman nasioanal yang pertama yaitu Perfini (Perstuan Film Nasional Inndonesia), persis setahun mendahului berdirinya Persari, yang juga di pelopori oleh tokoh Lesbumi Djamaluddin Malik. Hari bersejarah itu kemudian di tetapkan sebagai hari lahir film Nasional,3 dan Usmar Ismail sang pendirinya juga di kukuhkan sebagai bapak perfilman nasional. Studio Perfini yang berpusat di kawasan Mampang Raya itu di lengkapi dengan sarana shooting, editing dan sebagainya.
Pembaruan terpenting yang dilakukan Usmar adalah mengubah orientasi film dari sekadar hiburan dan bahan dagangan, dijadikan sarana pendidikan dan perjuangan. Karena itu film yang pertama kali di produksi Usmar lewat Perfini adalah Darah dan Doa atau juga di kenal sebagai The Long March of Siliwangi berdasarkan skenario yang di tulis Sitor Situmorang, dan di sutradarai sendiri oleh Usmar Ismail. Ini merupakan film yang mengkisahkan perjuangan kemerdekaan nasional. Suatu peristiwa yang di alami dan I hayati Usmar dalam hidupnya. Atas segala ikhtiarnya yang cemerlang dan dan tak kenal lelah itu, filmnya Perjuangan mendapat anugerah sebagi film terbaik dalam festival film Moskow 1961. Selain pada tanggal 17 Agustus 1962, beberapa bulan setelah berdirinya Lesbumi, Presiden Soekarno memberikan panghargaan Wijayakusuma, atas karyanya dibidang pembaruan perfilman nasional.1

Menjadi kewajiban para sineas Indonesia yang punya idealisme untuk memberikan apresiasi atau pengertian mengenai film yang lebih jelas dan proporsonal.2 Ini merupakan tugas para seniman pendewasaan masyarakat. Niatnya untuk mengembangkan apresiasi kesenian terutama film di lingkungan masyarakat santri itulah antara lain yang mendorong dia untuk masuk partai NU dan kalangan kaum santri mendirikan lembaga kebudayaan Lesbumi. Dan Usmar bisa melihat hasil usahanya tersebut. Karena saat itu tercipta apresiasi seni yang sangat tinggi di kalangan kaum santri.

H. Usmar Ismail


Komandan Hizbullah Pendiri Madrasah Pertama di Blambangan Selatan
Pada zaman-zaman perjuangan merebut kemerdekaan, banyak sekali korban yang harus dipertaruhkan oleh bangsa Indonesia. Tak terhitung lagi korban yang telah dipersembahkan demi sebuah kemerdekaan. Bukan sekedar harta dan nyawa, namun juga perasaan terhinakan karena terus dikejar-kejar dan terusir dari kampung halaman. Namun tentu saja banyak sekali para pahlawan yang justru memanfaatkannya untuk berjuang di dua ranah, yakni perjuangan fisik dengan mengangkat senjata dan perjuangan dakwah dengan mendidik generasi penerus bangsa.

Salah satu di antara sekian banyak para pahlawan bangsa yang berjuang di dalam dua medan perjuangan sekaligus ini adalah KH Dimyati Banyuwangi. Seorang ulama kharismatik yang telah memiliki banyak jasa bagi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Beliau adalah salah satu di antara para ulama Nahdlatul Ulama dengan andil besar dalam perjuangan fisik yang berpuncak pada meletusnya Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama.

Salah satu bentuk sumbangsih nyata bagi perjuangan fisik merebut kemerdekaan adalah fatwa Beliau yang berbunyi, “seluruh santri santri di daerah Banyuwangi selatan (kawasan Blambangan lama) wajib masuk Hizbullah.” Fatwa ini memiliki konsekwensi yang cukup besar bagi santri-santri di kawasan Banyuwangi selatan. Dengan adanya fatwa ini, para santri memiliki tugas ganda. Pada malam hari mereka harus mengendap-endap untuk menyerang pos-pos keamanan tentara Belanda dan Jepang.

Sementara pagi harinya mereka kembali memeluk kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran agama. Walhasil sebenarnya mereka belajar di atas timbunan amunisi dan mesiu hasil rampasan dari tentara penjajah. Memang secara struktural, KH Dimyati adalah Komandan Hizbullah (laskar pejuang yang berafiliasi ke NU) untuk wilayah Blambangan selatan.

Kegiatan ganda semacam ini di jalani oleh KH Dimyati bersama dengan santri-santrinya di Pondok Pesantren Nahdlatut Thullab. Bukan tanpa resiko, selain menantang bahaya pada malam hari, mereka juga selalu diintai bahaya pada keesokan hari ketika mereka sedang mengaji. Banyaknya intel penjajah yang berkeliaran membuat keselamatan mereka selalu dipertaruhkan setiap saat.

Selain mengasuh Pondok Pesantren Nahdlatut Thullab, KH Dimyati juga dipercaya sebagai Rois Suriyah I Nahdlatul Ulama cabang Blambangan (saat itu Banyuwangi selatan). Sementara pada waktu tersebut Pengurus Tanfidiyah dipercayakan kepada K Syuja’i. Keduanya, bersama para ulama lain, bahu membahu memimpin penduduk di sana untuk melawan penjajahan. Baik secara fisik maupun melawan terhadap segala dampak buruk penindasan Belanda dan Jepang, termasuk kebudayaan negatif yang dibawa oleh setiap pemerintah penjajah.

Keadaan ini berlangsung terus hingga masa-masa setelah kemerdekaan. Dalam mempertahankan kemerdekaan, para santri terus melakukan penyerangan-penyerangan terhadap pos-pos tentara Belanda pada malam hari.  Maka benar saja, lama kelamaan perlawanan mereka pun tercium oleh Belanda. Sehingga pondok pesantren yang dipimpinnya pun digerebek oleh tentara Belanda.

Seluruh bangunan dibakar, termasuk bangunan pesantren dan tempat tingaal KH Dimyati diratakan dengan tanah oleh Belanda. Seluruh kitab-kitab Beliau sebanyak dua lemari besar pun habis di makan api. Karena di bawah bangunan pesantren banyak tertanam amunisi dan mesiu hasil rampasan para santri ketika bergerilya malam hari, maka akibat pembakaran semakin menjadi-jadi. Mesiu-mesiu ini mengakibatkkan api yang melalap gedung pesantren semakin menyala menjadi-jadi dan menimbulkan ledakan-ledakan hebat.

Meski para santri telah diperintahkan menyingkir dan berpencar, salah seorang santri bernama Muhammad Fadlan tertembak dan gugur pada penyerangan Belanda tersebut. Muhammad Fadlan kemudian dikuburkan sebagai syuhada dan dipindahkan ke Makam Pahlawan Banyuwangi pada tahun 1962.

Sementara KH Dimyati ditangkap oleh Belanda dan ditahan selama 27 bulan hingga pertengahan tahun 1949. Komandan Hizbullah Blambangan selatan ini sebenarnya sudah hampir dieksekusi oleh Belanda. Namun menurut beberapa cerita, ketika menjelang hari-hari eksekusi, dokumen-dokumen pidananya oleh Belanda ternyata hilang dan tidak pernah ditemukan lagi. Sehingga eksekusi tidak pernah benar-benar dilaksanakan, sampai waktunya ia dibebaskan karena kekalahan-kelahan Belanda di Indonesia.

Lahan untuk para Santri
Setelah keluar dari tahanan Belanda dan bangsa Indonesia kembali menata kehidupannya dengan merdeka, maka KH Dimyati kembali membangun pesantrennya.

Pada tahun 1950 KH Dimyati mengumpulkan para tokoh agama di wilayah Banyuwangi selatan, dan pada tahun 1951 beliau secara resmi mengasuh Pesantren Nahdlatut Thullab kembali.

Pada tahun 1957 Beliau dan keluarganya mendirikan Yayasan Nahdlatut Thullab. Beberapa saudara-saudara dan relasi keluarga KH Dimyati kemudian mengajukan permohonan kepada Presiden Soekarno di Jakarta. Rupanya pengajuan ini berhasil dan mendapatkan dana yang cukup untuk membangun kembali kompleks pesantren yang telah dibumihanguskan Belanda tersebut.

Dana dari Presiden Soekarno ini rupanya diirit-irit oleh panitia pembangunan, sehingga memiliki sisa yang cukup untuk dibelikan sawah seluas 5 hektare yang kemudian dikelola oleh para santri untuk menunjang kehidupan mereka selama mondok di Pesantren Nahdlatut Thullab. 

Metode penggarapan sawah oleh santri ini merupakan perluasan manfaat yang didapatkan oleh KH Dimyati dari pengalamannya selama Beliau menuntut ilmu di berbagai pesantren di Jawa Timur.

Menurut ceritanya, dahulu sewaktu KH Dimyati menginjak masa-masa remaja, ia ingin menuntut ilmu ke luar dari wilayah Blambangan (Banyuwangi). Maka, ia pun mengutarakan maksudnya ini kepada ibundanya. Namun sang ibu menyatakan bahwa keluarganya sedang tidak memiliki bekal yang cukup untuk membiayai keinginannya. Keluarga di Banyuwangi hanya memiliki tanah persawahan yang tidak dapat diharapkan banyak karena sulitnya zaman akibat penjajahan.

Namun Dimyati nampaknya telah teguh dengan keinginannya. Ia menginginkan untuk menjual sawah yang menjadi bagain warisannya kelak ketika dewasa. Kendati terheran-heran dan ham[ir tak percaya, Ibunya pun kemudian menyangupi ketika melihat tekad bulat anaknya ini. Ibunya lebih heran lagi ketika melihat bahwa semua uang hasil penjualan sawah satu satu hektar bagiannya, ternyata seluruhnya dibelikan kitab. Saking herannya ibunya bahkan sempat mengatakan, ”Makan tuh kitab.”

Walhasil Dimyati pun segera meninggalkan rumahnya untuk modok ke Pesantren Termas, di Pacitan. Karena seluruh uangnya telah dibelikan kitab, maka ia hanya dibekali oleh ibunya dengan sekarung cengkaruk/karak campur jagung. Bahan makanan ini berupa bahan yang  menunjukkan betapa sebenarnya keluarga Dimyati di banyuwangi juga sama-sama susah akibat penjajahan Belanda.

Namun rupanya dengan bekal hanya sekarung cengkaruk ini, Dimyati mampu bertahan hingga tiga tahun di Pesantren Termas. Rupanya ia bertahan di Termas dengan cara bekerja ke sawah untuk mencukupi kebutuhannya selama mondok. Karenanya KH Dimyati kemudian menerapkan metode ini di pesantrennya yang telah ia bangun kembali.

Selama mondok Dimyati memang terkenal sebagai santri yang tekun, konon ia adalah santri kesayangan sang pengasuh Pesantren Termas. Pada saat itu pondok Termas berada di bawah bimbingan KH. Hafidz Dimyati. Karena saking sayangnya, di sinilah Dimyati berganti namanya menjadi Dimyati, nama yang digunakannya hingga akhir hayatnya. Sebelumnya, nama lahirnya adalah Muhibbut Thobari. Maka setelah boyongan dari Pesantren Termas, ia pun menggunakan nama Dimyati. Sementara nama lahirnya, Muhibbut Thobari, tak lagi digunakan.

Dalam pandangan KH Dimyati, para santri sah-sah saja bekerja selama menimba ilmu di pesantren, karena justru akan membantu mereka untuk mandiri sejak dini dan tidak membebani orang tua di rumah. Pesantren dapat menyediakan lahan yang digunakan oleh para santri untuk bercocok tanam atau membuka usaha, asalkan tidak mengesampingkan tugas utamanya, yaitu belajar ilmu agama. Dengan demikian para santri dapat menopang sendiri hidupnya, sehingga tidak perlu dikirim oleh orangtua dari rumah.

Begitulah yang dijalaninya selama mengaji di tiga pesantren, yakni Pesantren Termas Pacitan, Pesantren Cemoro di bawah asuhan KH Abdullah Fakih dan Pesantren Idham Sari, Genteng di bawah bimbingan KH Abdullah Syuja’. Kedua pesantren yang terakhir berada di wilayah Banyuwangi sendiri.

Maka demikian pun ia mempraktekkan ilmunya ketika telah mengasuh pesantren. Para santri di Nahdlatut Thullab tidak harus membawa bekal atau dibekali oleh orang tuanya dari rumah. Asalkan santrinya bekerja keras tentu dapat menopang kehidupan dan membiayai pendidikannya selama di pesantren. Karenanya, dana pembangunan pesantren yang dari Presiden Soekarno disisakan untuk membeli lahan, agar para santri tidak membebani orang tua masing-masing.

Kenyataan ini adalah yang sebenarnya, karena entah kebetulan atau tidak, jumlah santrinya tidak pernah lebih dari kapasitas lahan yang tersedia untuk menopang kehidupan dan kebutuhan belajar mereka. Sehingga KH Dimyati dapat benar-benar mendidik mereka dengan seksama, termasuk ketika harus membina mereka sebagai laskar Hizbullah pada kegelapan malam. Mengendap-endap dan menyergap musuh, untuk merangkul kitab kuning pagi harinya di pesantren.

Sorogan Tak-langsung dan Pendidikan Bilfi'li
Dalam sistem pendidikan di pesantrennya, KH Dimyati mengandalkan lebih mengandalkan sistem sorogan. Sistem ini menjadikan santri-santrinya menyimak dengan seksama. Karena sorogan yang dipakai oleh KH Dimyati adalah "sorogan tak langsung”. Artinya para santri mengulangi membaca kitab yang telah dibaca oleh sang kyai beberapa hari sebelumnya. Jadi para santri secara otomatis akan mendengarkan dengan seksama ketika sang kyai sedang membacakan, karena mereka harus mengulanginya secara terjadwal.

Sementara cara lain yang digunakan oleh KH Dimyati di Pesantrennya adalah metode bandongan. Dalam mekanisme bandongan sang kyai bebas menerangkan agar para santri mengerti maksud-maksud tersirat dari teks-teks kitab yang sedang dipelajari. Cara ini lazim digunakan di madrasah-madrasah Blambangan selatan sebagaimana juga pesantren-pesantren Nusantara lainnya.
   
Selama mengasuh pesantren, selain terlibat dalam perjuangan fisik secara langsung di malam hari, KH Dimyati juga sempat membuat karangan tentang akhlak (karakter) yang semestinya dimiliki oleh para remaja Islam. Karangan ini berbentuk nadzam(semacam pantun dalam bahasa Arab, yang menggunakan susunan rima ab ab. Nadzam karangan KH Dimyati ini berjudulMuidzotus Syibyan (Nasehat untuk para Remaja).

Pesantren Nahdlatut Thullab sendiri sangat mengutamakan penguasaan ilmu alat, nahwu dan shorof. Meski tentu saja kitab2 tafsir juga menjadi kajian utama para santrinya. Menurut beberapa santri yang sempat menimba ilmu kapada KH Dimyati, kehebatan Pesantren Nahdlatut Thullab adalah dalam pengembangan aqoid 50-nya. Melalui pembinaan Aqoid 50 ini para santri yang telah boyongan dapat memberikan solusi untuk masalah-masalah ketuhanan kepada masyarakat di daerah alumni itu sendiri.

Beberapa santri bahkan menyatakan ilmu-ilmu tersebut dapat mereka kuasai secara ”ladunni”. Artinya, dulu ketika diajar langsung terkadang mereka tidak memahami pelajaran saat itu juga, namun setelah kelaur dan mengabdi untuk masyarakat, mereka tiba-tiba teringat dan mengerti maksud penjelasan KH Dimyati sewaktu di pesantren dahulu.

Metodenya pembelajaran KH Dimyati sebenarnya sangat sederhana sekali. Namun karena keyakinan tinggi dari para santrinya, maka mereka mendapatkan semacam pencerahan. Hal pertama yang ditancapkan kepada para santri adalah Al-Qur’an. Para santri diwajibkan senantiasa mendawamkan membaca Al-Qur’an di sepanjang hari, di setiap aktifitas mereka. Kemudian barulah didoktrin dengan Aqoid 50 dan baru belajar nahwu shorof serta ilmu-ilmu lainnya.

Hal penting lain yang diajarkan KH Dimyati adalah pendidikanbilhal/bifi’li. Yakni pendidikan praktek langsung, bukan hanya teori. KH Dimyati terkenal suka mengajak para santrinya untuk bersilaturrahim. Hal ini adalah salah satu aspek pendidikan yang terus tertanam di hati para santrinya sepanjang hidup mereka.

Beberapa santri bahkan menyatakan, sifat kewiraan KH. Dimyati banyak menitis/menurun kepada anak didiknya. Mereka sering didatangi oleh KH Dimyati jika malakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran KH Dimyati. Jika mereka mengalami hambatan atau kendala dalam kehidupan, kemudian bertawassul kepada KH Dimyati, maka biasanya mereka kemudian segera menemukan solusi dari permasalahan mereka.

”Semasa masih di pondok, para santri seakan tidak merasakan keistimewaan menimba ilmu kepada KH Dimyati, namun setelah mereka kembali pulang ke daerahnya masing-masing, barulah mereka mengerti keistimewaan tinggal di pondok ini. Kebanyakan para santri baru menyadari manfaat menimba ilmu pesantren Nahdlatut Thullab, Kaliogoro Kepundungan Srono Banyuwangi, ini setelah berdakwah di rumah,” demikian diungkapkan KH Syaifullah Ali Subagiono, Pengasuh Pondok Pesantren al-Hikmah, Ketapang Banyuwangi.

Berbagi Relasi untuk para Santri
Menurut Subagiono, KH Dimyati benar-benar menjadikan hidupnya sebagai pengabdian sepenuhnya kepada sesama, termasuk kepada orang-orang dari tanah kelahirannya, Yogyakarta. Di manapun para alumni berada, biasanya mereka mendapatkan solusi terkait relasi yang ditunjukkan oleh KH Dimyati. Hal ini dikarenakan KH Dimyati yang berasal dari keluarga Yogyakarta memang memiliki banyak relasi di Jakarta, Yogyakarta dan daerah-daerah lain. 

Luasnya jaringan relasi di kalangan para pemimpin bangsa, dibuktikan oleh kunjungan berkala dari ketiga menteri agama Republik Indoensia yangd ari NU, yakni KH A. Wahid Hasyim, KH Syaifuddin Zuhri dan KH Ahmad Dahlan, termasuk KH Ahmad Syaikhu. Meski sudah menjadi pejabat negara di tingkat pusat, namun tamu-tamu ini tetap bersikap santai di pesantren. Mereka biasa tiduran dan bercengkerama dengan santri di pendopo pesantren.

Terpenting KH Dimyati selalu menanamkan jiwa ke-NU-an di hati anak didiknya. Beliau menyatakan ingin hidup sebagai orang NU dan kelak jika meninggal pun sebagai orang NU. KH Dimyati mengabdikan seluruh hidupnya untuk kemajuan NU.  Sementara untuk urusan anak-anaknya, ia menyatakan, toh mereka bisa mencari hidup sendiri-sendiri.

Tokoh Kharismatik dari Blambangan selatan ini, terlahir pada tahun 1912 dan dibawa pindah ke kawasan Blambangan selatan oleh keluarganya, yang berasal dari Wonokromo Yogyakarta, sekitar tahun 1915-an dan boyongan dari pesantren untuk mendirikan pesantren dan berdakwah di daerah Blambangan selatan pada tahun 1936. pada tahun 1959 setelah usai merampungkan pembangunan gedung pesantrennya dan menyediakan cukup lahan untuk para santrinya menopang kehidupan dan biaya belajar selama di sana, KH Dimyati berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Namun di sanalah rupanya Beliau datang untuk menghadap kepada Rabb-nya pada usia 47 tahun. Sebuah pemakaman tanpa penghormatan militer, meskipun Beliau selalu berada di garis terdepan dalam pertempuran melawan tentara-tentara Belanda. Selamat jalan Komandan Hizbullah Blambangan selatan. Semoga generasi masa kini dapat meneruskan perjuanganmu mengusir imperialisme dari bumi Nusantara 

KH DIMYATI


Menurut pandangan Islam, pada hakikatnya kekuasaan adalah amanat Allah SWT yang diberikan kepada seluruh manusia. Kemudian kekuasaan itu diwakilkan kepada pihak-pihak yang ahli dalam mengemban dan memikulnya.

 

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
 

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit dan bumi. (QS Al-Ahzab: 72)

Dalam wacana faham Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) bahwa membangun negara (imamah) adalah wajib syar'i. Hal tersebut didasarkan pada dalil-dalil berikut ini:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
 

Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisa`: 59)

 

مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مَْيتَةً جَاهِلِيَّةٌ
 

Barangsiapa yang meninggal tanpa pernah melakukan baiat (janji loyal kepada pemimpin), ia mati secara jahiliyah. (HR Muslim)

Bahwa keahlian memegang amanat kekuasaan mensyaratkan kemampuan, kejujuran, keadilan dan kejuangan yang senantiasa memihak kepada pemberi amanat.

 

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَاً 
 

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (QS An-Nisa`: 58)

 

إذَا ضُيِّعَتْ الأمَانَةُ فَانْتَظِرُ السَّاعَةَ. قِيْلَ وَكَيْفَ إضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إذَا وُسِدَ الْأمْرُ إلَى غَيْرِ أهْلِهِ
 

Apabila amanat disia-siakan maka tunggulah masa kehancurannya. Rasulullah ditanya seseorang: "Bagaimana menyia-nyiakan amanat itu?" Beliau menjawab: "Apabila suatu pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya." (HR Bukhari)

Proses pengangkatan kepemimpinan negara (nashbul imam) sebagai pengemban dan pemikul amanat kekuasaan, menurut Islam, dapat dilakukan dengan beberapa alternatif/cara yang disepakati oleh rakyat sepanjang tidak bertentangan dengan syari'ah.

Sebuah negara harus dibangun nilai-nilai luhur keislaman yang antara lain meliputi: al-'adalah (keadilan), al-amanah (kejujuran), dan as-syura (kebersamaan).

 

وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعاً بَصِيراً
 

Apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS An-Nisa`: 58)

Untuk merealisasikan nilai-nilai luhur tersebut diperlukan wujudnya pemerintahan yang demokratik, bersih dan berwibawa.

Untuk melahirkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa diperlukan adanya kesadaran dan keinginan yang kuat dari rakyat untuk bersama-sama melahirkannya.

Negara yang demokatik yang merupakan perwujudan syura dalam Islam menuntut para pemimpinnya bukan saja bersedia untuk dikontrol, tetapi menyadari sepenuhnya bahwa kontrol sosial merupakan kebutuhan kepemimpinan yang memberi kekuatan moral untuk meringankan beban dalam mewujudkan pemerintahan yang adil, bersih dan berwibawa.


  

(Bahtsul masa'il diniyyah maudluiyyah pada Munas Alim Ulama di Pondok Pesantren Qomarul Huda, Bagu, Pringgarata, Lombok tengah, Nusa Tenggara Barat, 16-20 Rajab 1418 H / 17 November
Catching Fire

Translate

Ads

Popular posts

Menu

Advertisement With Us

Popular Posts

- Copyright © 2013 Widian Rienanda Ali - Modus Crew [Pacman Edition] - Designed by Modus Crew - Original by andri dan Djogzs -