@Lutfi_JakBkz (Author)
Adalah seorang anak labil yang slalu menginginkan menjadi yang lebih baik. gua masih sekolah kelas 9 di SMPN 7 Bekasi. kegiatan sehari-hari gua gak jauh dari laptop kesayangan :D sampe-sampe jarang keluar rumah, dan ga punya temen di rumah -_-. sebagai gantinya gua masih punya blog ini yang slalu menemani hari-hari gua :). mau kenal lebih dekat? add fb gua aja :D khusus cewe yak :p wkwk..

friend

Kesakitan membuat Anda berpikir. Pikiran membuat Anda bijaksana.Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup.-_--_--_--_--_--_--_--_--_- Jangan pernah melupakan apa pun yang dikatakan seseorang ketika ia marah, karena akan seperti itu pulalah perlakuannya pada Anda. Orang yang menginginkan impiannya menjadi kenyataan, harus menjaga diri agar tidak tertidur.-_--_--_--_--_--_--_- Bila Anda ingin bahagia, buatlah tujuan yang bisa mengendalikan pikiran, melepaskan tenaga, serta mengilhami harapan Anda,-_--_--_--_--_--_--_-Lebih baik bertempur dan kalah daripada tidak pernah bertempur sama sekali. -_--_--_--_--_--_--_-.Kebijaksanaan tidak pernah berbohong. -_--_--_--_--_- Seorang pendengar yang baik mencoba memahami sepenuhnya apa yang dikatakan orang lain. Pada akhirnya mungkin saja ia sangat tidak setuju, tetapi sebelum ia tidak setuju, ia ingin tahu dulu dengan tepat apa yang tidak disetujuinya.
Posted by : Widian Rienanda Ali Sabtu, 07 November 2015


Bahtsul Masail Diniyyah Qanuniyyah (pembahasan masalah keagamaan khusus berkaitan dengan persoalan hukum dan kebijakan negara), yang merupakan bagian dari Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pengurus Pusat Lembaga Bahtsul Masail (LBM) di Jakarta, 5 - 7 September 2007 lalu membahas beberapa persoalan penting, salah satunya adalah soal kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Berikut pembahasan sekaligus beberapa rekomendasi penting:

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas (kekurangan dana tunai) pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis.

Para peserta bahtsul masail (musyawirin) mengajukan data: Pada Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.Audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun.

Penerima dana BLBI antara lain Bank Pelita, Bank Modern, Bank Umum Nasional, Ulung Bank Lautan Berlian, Bank Indonesia Raya, Bank Tamara, Bank Namura Yasonta, Bank Putera Multikarsa, Bank Metropolitan dan Bank Bahari, Bank Intan, Bank Namura Internusa, Bank Putera Surya Perkasa, Bank Tata, Bank Aken, dan Bank Umum Servitia.

Dana BLBI banyak yang diselewengkan oleh para penerimanya. Proses penyalurannya pun banyak yang melalui penyimpangan-penyimpangan, sehingga dilakukan penuntutan di pengadilan. Beberapa mantan direktur BI telah menjadi terpidana. Beberapa direktur bank yang menerima bantuan juga telah divonis, dan kebanyakan kabur ke luar negeri.

Pada 30 Desember 2003, Presiden Megawati mengeluarkan kebijakan berupa Instruksi Presiden No. 8 tahun 2003 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham.

Pertimbangan dikeluarkannya INPRES 8/2003 itu adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum bagi para debitur penerima BLBI yang telah menandatangani perjanjian antara lain: Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA), Master of Refinancing And Note Issuance Agreement (MRNIA) dan/atau Perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham dan Pengakuan Utang (APU) yang kooperatif dalam melaksanakan perjanjian tersebut, yaitu dengan cara:

a. Memberikan bukti penyelesaian berupa pelepasan dan pembebanan (Release and Discharge disingkat R&D) kepada para debitur yang telah menyelesaikan kewajiban pemegang saham baik MSAA, MRNIA dan APU;

b. Dalam rangka pemberian kepastian hukum itu  menyangkut pembebasan Debitur dari aspek pidana yang terkait langsung dengan program penyelesaian kewajiban pemegang saham, bagi yang masih tahap penyelidikan, penyidikan dan/atau penuntutan oleh instansi penegak hukum, sekaligus dilakukan proses penghentian penanganan aspek pidananya.

Sedangkan bagi debitur yang tidak menandatangani atau tidak melaksanakan perjanjian (MSAA, MRNIA, APU) perlu diberikan tindakan hukum yang tegas dan kongkrit. NPRES 8/2003 ini ditujukan kepada Menko Ekuin selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Menteri Kehakiman dan HAM, Menteri BUMN, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian RI dan Ketua BPPN untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan bagi penyelesian kewajiban pemegang saham dalam rangka penyelesaian seluruh kewajibannya kepada BPPN.

Meskipun beberapa obligor telah menyerahkan asetnya, namun pada kenyataannya nilai aset yang diserahkan jauh dari nilai yang telah mereka nikmati melalui BLBI, sehingga baru-baru ini Jaksa Agung Hendarman Supandji menegaskan, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI menyakitkan hati rakyat Indonesia. Untuk memenuhi janjinya sebagai Jaksa Agung menangani kasus BLBI, Kejaksaan Agung sudah merekrut 35 jaksa sebagai anggota tim khusus yang menangani BLBI.

Jaksa Agung Hendarman Supandji waktu itu juga menyampaikan komitmennya untuk menangani kasus BLBI, jika ada penyimpangan dalam penanganan kasus BLBI. Dia berjanji tidak akan main-main dan akan mmenindak aparatnya, karena disadari kasus ini menyakitkan hati rakyat Indonesia

Apabila dalam kasus BLBI yang diselidiki tim khusus BLBI itu ditemukan perbuatan melawan hukum yang merugikan negara, kasus itu diajukan ke pengadilan. Jika tidak ada penyimpangan, tapi negara dirugikan, akan diserahkan ke Menteri Keuangan untuk digugat perdata. Tim khusus BLBI Kejaksaan Agung telah menyelidiki dugaan penyimpangan dalam penyerahan nilai aset obligor/pemegang saham pengendali (PSP) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Kasus pertama berkaitan dengan pencairan dana BLBI Rp 35 triliun pada Mei-Juni 1998. Dalam rangka master of settlement acquisition agreement (MSAA), September 1998, jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) menjadi Rp 52,7 triliun. Pada Juli 1999, hasil audit Lehman Brothers yang ditunjuk BPPN, aset yang diserahkan obligor senilai Rp 52,6 triliun. Pada bulan Desember 1999, BPPN dan Holdico menunjuk

PricewaterhouseCoopers (PwC) untuk mengaudit. Hasilnya, hanya Rp 23 triliun.
Kasus kedua adalah penyaluran dana BLBI sebesar Rp 37,039 triliun pada 1997. Pada 1998, sejumlah penerima dana BLBI dinyatakan sebagai bank beku operasi dan ditangani BPPN. Kemudian, MSAA disepakati antara PSP dan BPPN dengan nilai JKPS sebesar Rp 28,408 triliun. Pada 1999, disepakati penyelesaian dalam bentuk tunai Rp 1 triliun dan bentuk aset Rp 27,495 triliun. Nilai tersebut diperoleh dari hasil audit Lehman Brothers, PT Danareksa, dan PT Bahana pada Mei 1999. Saat diaudit PwC pada tahun 2000, nilai aset yang diserahkan itu hanya Rp 1,441 triliun. Dari hasil penjualan sebagian aset, diperoleh Rp 1,819 triliun.

Pascapemberian surat keterangan lunas (SKL) tahun 2004, pada 2007 sisa aset dijual, yang menghasilkan Rp 640 miliar. Secara keseluruhan, total pengembalian uang negara Rp 3,459 triliun. Padahal, dana yang disalurkan Rp 37,039 triliun.

Musyawirin berpandangan, langkah hukum yang tepat penuntutan kembali kembali para obligor yang seolah-olah telah melunasi seluruh kewajibannya, namun diketahui ternyata nilai pengembalian itu jauh dari nilai yang pernah mereka ambil dan nikmati melalui BLBI. Hal ini didukung oleh ketentuan hukum ic Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian Negara tidak menghapuskan tuntutan pidana terhadap para pelaku koorupsi.

Oleh karenanya dari perspektif penegakan hukum tindakan penuntutan kembali terhadap para penerima BLBI merupakan langkah hukum yang perlu dukungan semua pihak, terutama organisasi NU.

Penuntutan hukum terhadap para koruptor khususnya para penerima BLBI dengan orientasi pengembalian aset negara juga merupakan tindakan yang tepat apalagi dikaitkan dengan paradigma pemberantasan korupsi di dunia yang melalu konvensi PBB 2003 telah memprioritaskan penindakan dan pencegahan terhadap korupsi juga diarahkan pada pengembalian aset negara sekalipun aset itu berada di negara lain.

Penuntutan koruptor dengan orientasi penyelamatan aset perlu terus dikembangkan dan didukung karenanya pada suatu titik tertentu akan merupakan tindakan yang mengarah pada “recovery” ekonomi Indonesia secara menyeluruh. 

{ 1 komentar... read them below or add one }

  1. ipl microtouch titanium trim as seen on tv
    It is suitable to replace titanium easy flux 125 an average table game. In addition, titanium dab tool the new buy metal online SEGA DRIVE 6 has been tested titanium dog teeth and we titanium bmx frame have a good impression. The SEGA Genesis 6 has

    BalasHapus

Ads

Catching Fire

Translate

Ads

Popular posts

Menu

Advertisement With Us

Popular Posts

- Copyright © 2013 Widian Rienanda Ali - Modus Crew [Pacman Edition] - Designed by Modus Crew - Original by andri dan Djogzs -