@Lutfi_JakBkz (Author)
Adalah seorang anak labil yang slalu menginginkan menjadi yang lebih baik. gua masih sekolah kelas 9 di SMPN 7 Bekasi. kegiatan sehari-hari gua gak jauh dari laptop kesayangan :D sampe-sampe jarang keluar rumah, dan ga punya temen di rumah -_-. sebagai gantinya gua masih punya blog ini yang slalu menemani hari-hari gua :). mau kenal lebih dekat? add fb gua aja :D khusus cewe yak :p wkwk..

friend

Kesakitan membuat Anda berpikir. Pikiran membuat Anda bijaksana.Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup.-_--_--_--_--_--_--_--_--_- Jangan pernah melupakan apa pun yang dikatakan seseorang ketika ia marah, karena akan seperti itu pulalah perlakuannya pada Anda. Orang yang menginginkan impiannya menjadi kenyataan, harus menjaga diri agar tidak tertidur.-_--_--_--_--_--_--_- Bila Anda ingin bahagia, buatlah tujuan yang bisa mengendalikan pikiran, melepaskan tenaga, serta mengilhami harapan Anda,-_--_--_--_--_--_--_-Lebih baik bertempur dan kalah daripada tidak pernah bertempur sama sekali. -_--_--_--_--_--_--_-.Kebijaksanaan tidak pernah berbohong. -_--_--_--_--_- Seorang pendengar yang baik mencoba memahami sepenuhnya apa yang dikatakan orang lain. Pada akhirnya mungkin saja ia sangat tidak setuju, tetapi sebelum ia tidak setuju, ia ingin tahu dulu dengan tepat apa yang tidak disetujuinya.
Posted by : Widian Rienanda Ali Sabtu, 30 Mei 2015


                    Mustahiq zakat atau orang yang berhak menerima zakat harta benda (zakat maal) ada delapan asnaf (golongan) yakni fakir, miskin, 'amil (petugas zakat), mualaf qulubuhum (orang yang baru masuk Islam), riqab (orang yang telah memerdekakan budak –zaman dulu), ghorim (orang yang berhutang), orang yang berjihad di jalan Allah (fi sabilillah), dan ibnu sabil (yang dalam perjalanan). Dari delapan asnaf itu, yang mesti didahulukan adalah fakir dan miskin.
Biasanya fakir didefinisikan sebagai orang yang tidak berpunya apa-apa, juga tidak bekerja alias pengangguran. Sementara orang miskin adalah yang bisa mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarganya tapi serba berkekurangan.
Umumnya zakat yang diberikan kepada mereka bersifat konsumtif, yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ini kurang begitu membantu mereka untuk jangka panjang, karena uang atau barang kebutuhan sehari-hari yang telah diberikan akan segera habis dan mereka akan kembali hidup dalam keadaan fakit atau miskin. Nah, banyak sekali pendapat bahwa zakat yang disalurkan kepada dua golongan ini dapat dapat bersifat “produktif”, yaitu untuk menambah atau sebagai modal usaha mereka.
Penyaluran zakat secara produktif ini pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim Bin Abdillah Bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah memberikan zakat kepadanya lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.
Disyaratkan bahwa yang berhak memberikat zakat yang bersifat produktif adalah yang mampu melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahiq agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik. Di samping melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik dalam kegiatan usahanya, juga harus memberikan pembinaan ruhani dan intelektual keagamaannya agar semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamanannya.
                     Selain dalam bentuk zakat produktif, Syekh Yusuf al-Qardhawi, dalam bukunya yang fenomenal, yaitu Fiqh Zakat, menyatakan bahwa juga diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya diperuntukkan bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Dan untuk saat ini peranan pemerintah dalam pengelolaan zakat digantikan lembaga-lembaga sakat atau badan amil zakat (BAZ).
Bahtsul Masail Diniyah Maudluiyyah atau pembahasan masalah keagamaan penting dalam Muktamar ke-28 Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta, pada 25-28 November 1989 memberikan arahan bahwa dua hal di atas diperbolehkan dengan maksud untuk meningkatkan kehidupan ekonomi para mustahiq zakat. Namun, ada persyaratan penting bahwa para calon mustahiq itu sendiri sebelumnya harus mengetahui bahwa harta zakat yang sedianya mereka terima akan disalurkan secara produktif atau didayagunakan dan mereka memberi izin atas penyaluran zakat dengan cara seperti itu.
                         Pengambilan dalil antara lain dari Al-Majmu’ ‘ala Syarhil Muhadzdzab, juz VI, hlm. 178. Bahwa tidak boleh bagi petugas penarik zakat dan imam/penguasa untuk mengelola harta-harta zakat yang mereka peroleh kecuali para calon penerima zakat telah setuju atau memberikan kuasa atas pengelolaan zakat itu untuk mereka.

Para ulama sangat berhati-hati kalau-kalau harta zakat itu tidak benar-benar diketahui dan sampai kepada mustahiqnya. Dengan kata lain, para mustahiq zakat harus tentukan terlebih dahulu dan kemudian ada kesepakatan antara pengelola zakat dengan mereka, baru kemudian zakat bisa disalurkan secara produktif atau didayagunakan untuk kepentingan para mustahiqnya.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Ads

Arsip Blog

Catching Fire

Translate

Ads

Popular posts

Menu

Advertisement With Us

Popular Posts

- Copyright © 2013 Widian Rienanda Ali - Modus Crew [Pacman Edition] - Designed by Modus Crew - Original by andri dan Djogzs -